Sunday, April 24, 2011

Memahami Al-Qur’an dengan bahasa Matematika


Al Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang dijadikan sebagai pedoman hidup dan berinteraksi dengan alam semesta beserta Tuhannya (Allah). Kitab ini ditulis dengan bahasa Arab dengan gaya bahasa ”langit” untuk dipergunakan oleh manusia di bumi. Dengan gaya bahasa ini maka muncullah banyak usaha penafsiran oleh manusia dalam memahami kandungan al Qur’an. Sedangkan matematika merupakan suatu ilmu pemikiran manusia yang bersifat logis, artinya dalil-dalilnya dapat bersumber dari intuisi dan dibuktikan secara logika menurut akal manusia, yang disajikan dengan simbol-simbol atau lambang sebagai bahasa komunikasi yang universal, artinya dapat diterima dan dipahami dengan sama oleh semua ilmuwan tanpa ada penafsiran yang berbeda. Jadi, matematika merupakan bahasa komunikasi sains yang dapat digunakan secara universal dan dapat diterima kebenaran konsep-konsepnya dengan pembuktian logis dan matematis.
Sejarah telah mencatat perkembangan tafsir yang begitu pesat, seiring dengan kebutuhan, dan kemampuan manusia dalam menginterpretasikan ayat-ayat Tuhan. Setiap karya tafsir yang lahir pasti memiliki sisi positif dan negative, demikian juga tafsir falsafi yang cenderung membangun proposisi universal hanya berdasarkan logika. Tafsir falsafi merupakan upaya penafsiran Al Qur’an dikaitkan dengan persoalan-persoalan filsafat. Ada juga yang mendefisinisikan tafsir falsafi sebagai penafsiran ayat-ayat Al Qur’an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Hal ini berarti bahwa semua ayat-ayat Al Qur’an dapat ditafsirkan dengan menggunakan filsafat. Karena semua ayat Al Qur’an bisa berkaitan dengan persoalan-persoalan filsafat atau ditafsiri dengan menggunakan teori-teori filsafat. Sebagian besar ilmuwan berpendapat bahwa Allah menciptakan alam semesta ini dengan kode-kode dalam struktur matematika tertentu. Alam sendiri mengajarkan kepada manusia tentang adanya periode-periode tertentu yang selalu berulang, terstruktur dan sistematis. Banyak ayat-ayat lain yang membuktikan bahwa menurut al Qur’an penciptaan alam semesta ini dilakukan oleh Allah dengan hitungan-hitungan matematis yang terstruktur.
Dengan bahasa matematika, teori-teori filsafat yang diambil dari al Qur’an dapat dirasionalkan dan divisualisasikan dengan simbol-simbol matematis. Sehingga, dengan bahasa matematika, ayat-ayat yang penuh penafsiran falsafi dapat lebih mudah dipahami dan dibuktikan kebenarannya secara matematis.
Fakta Ilmiah dalam Al Qur’an
Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur’an pada ayat berikut:
“Dialah pencipta langit dan bumi.” (Al Qur’an, 6:101)
Keterangan yang diberikan Al Qur’an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan “Big Bang”, membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur’an 1.400 tahun lalu. Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Kata “langit”, sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Qur’an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur’an dikatakan bahwa alam semesta “mengalami perluasan atau mengembang”. Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Satu ayat lagi tentang penciptaan langit adalah sebagaimana berikut: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Al Qur’an, 21:30)
Kata “ratq” yang di sini diterjemahkan sebagai “suatu yang padu” digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan “Kami pisahkan antara keduanya” adalah terjemahan kata Arab “fataqa”, dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari “ratq”. Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.
Matematika Sebagai Alat Memahami Al Qur’an
Pernahkan anda berpikir saat bangun tidur bahwa bagaimana Allah membangunkan kita setelah kita “dimatikan” untuk sementara? Pernahkan anda berpikir saat berjalan bagaimana Allah menciptakan kaki dan sistem pergerakan anggota gerak tubuh kita sehingga kita bisa berjalan dan bergerak? Pernahkan kita berpikir saat kita bernapas, makan, minum, bekerja, dan di segala aktifitas hidup lainnya, sehingga semua itu kita lakukan secara rutin berkelanjutan? Belum lagi memikirkan tentang benda-benda di sekeliling kita, alam semesta dan jagad raya ini.
Padahal, Allah telah mewajibkan kita untuk berpikir secara mendalam melalui al Qur’an dalam surat Shaad (38) ayat 29:
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”.
Dalam sejarah Islam, ketika lahir slogan “Pintu Ijtihad Tidak Tertutup”, al Qur’an kembali dikaji bukan hanya sekedar untuk dibaca mengharap pahala saja, melainkan dijadikan sebagai sumber ilham dan pemikiran. Mulai banyak ulama dan pemikir yang mencoba mencari solusi bagi keterbelakangan Dunia Islam dengan menafsir-ulang al Qur’an dan Sunnah. Sebut saja, Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Sayyid al Quthb, Syed Hussein Nasr, dan Arkoun. Mereka ilmuwan muslim yang dengan kepakarannya dalam ilmu kealaman dan matematika telah berusaha untuk menemukan kesesuaian ayat-ayat Qauliyah (Qur’aniyah) dan ayat-ayat Kauniyah di alam semesta.
Sebagian besar ilmuwan berpendapat bahwa Allah menciptakan alam semesta ini dengan kode-kode dalam struktur matematika tertentu. Alam sendiri mengajarkan kepada manusia tentang adanya periode-periode tertentu yang selalu berulang, terstruktur dan sistematis, misalnya orbit Bulan, Bumi, dan planet-planet lainnya, lintasan meteorit dan bintang-bintang, susunan DNA, jaringan sel tubuh, sifat atom, lapisan bumi dan atmosfer, dan sebagainya.
Dalam al Qur’an surat az-Zumar (39) ayat  9 Allah telah menyebutkan bahwa:
Katakanlah : Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” Dalam ayat ini Allah menekankan akan penggunaan akal (rasio) untuk berpikir dalam memahami tanda-tanda kebesaran Allah. Dan, dalam surat al-Jinn (72) ayat 28,” dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu”, Allah juga menciptakan sesuatu dengan hitungan yang teliti. Bahkan jumlah manusia yang akan datang menghadap Tuhan Yang Maha Pemurah, selaku seorang hamba pada hari  yang telah dijanjikan (telah) ditetapkan dengan hitungan yang teliti, dalam surat Maryam (9) ayat 93-94. Dan banyak ayat-ayat lain yang membuktikan bahwa menurut al Qur’an penciptaan alam semesta ini dilakukan oleh Allah dengan hitungan-hitungan matematis yang terstruktur.

Sumber :

No comments:

Post a Comment